Oleh : *Ahmad Khozinudin, SH*
Tim Advokasi Bunda Merry
Jakarta, Kabarbetawi – Hari ini (Selasa, 11/7), Rekan Fahry Arroziy, SH bersama tim Advokat Lampung melakukan perjalanan dari Bandar Lampung menuju Kejari Lampung Utara (Lampura) di Kotabumi. Intinya ada dua:
*Pertama,* konfirmasi kehadiran Bunda Merry pada panggilan Jaksa untuk hari ini (Selasa, 11/7) dan hari Rabu, 12 Juli 2023.
*Kedua,* menyerahkan surat Permohonan Penundaan Eksekusi Putusan Nomor:
190/Pid.Sus/2022/PN.Kbu Jo Putusan Nomor: 1756
K/Pid.Sus/2023.
Sebagaimana diketahui, pada tanggal 6 Juli 2023 Kejaksaan Negeri Lampung Utara mengirimkan surat
penggilan terpidana
nomor: B-463/LB.13.3/Eku.2/07/2023 yang dikeluarkan Kejaksaan Negeri Lampung Utara. Surat itu meminta Bunda Merry, untuk hadir di Kejaksaan Lampura untuk hari Selasa, tanggal 11 Juli 2023 (hari ini).
Namun belum juga panggilan ini dipenuhi, kemarin (Senin, 10/7), Kejaksaan Negeri Lampung Utara kembali mengirimkan surat Penggilan kedua dengan nomor: B-1481/LB.13.3/Eku.2/07/2023 yang meminta Bunda Merry kembali hadir di Kejari Lampura hari Rabu (besok), tanggal 12 Juli 2023, menghadap Jaksa Eva Meilia.
Penulis jadi prihatin dengan kinerja kejaksaan, sangat tidak profesional dan terbaca motif ingin menjemput paksa bunda Merry dengan mengajukan panggilan kedua. Kita yang berfikiran lurus, tentu bertanya-tanya:
1. Bagaimana mungkin terbit Penggilan kedua dengan nomor: B-1481/LB.13.3/Eku.2/07/2023 untuk hadir hari Rabu (12/7), padahal panggilan pertama nomor: B-463/LB.13.3/Eku.2/07/2023 yang meminta Bunda Merry hadir di Kejari Lampura hari Selasa (11/7) belum terlampaui waktunya?
2. Bagaimana mungkin, surat panggilan nomor: B-1481/LB.13.3/Eku.2/07/2023 untuk hadir hari Rabu (12/7), baru diserahkan kemarin malam pada hari Senin (10/7). Apakah untuk mengejar tenggat 3 hari sebelum panggilan? Bagaimana dengan waktu panggilan pertama yang belum dijalani?
3. Apakah tidak ada petugas Kejari yang masih punya etika, menyerahkan surat pada waktu malam, bukan pada jam kerja, kemarin pada tanggal 10 Juli sekira waktu isya’?
Klien kami memang belum memenuhi panggilan karena ada perbedaan pandangan. Menurut kami, jaksa tidak berwenang untuk mengeksekusi Bunda Merry karena amar putusannya tidak ada perintah untuk masih tahanan.
Kami sendiri di Jakarta, pada Senin (10/7) telah mendatangi kantor Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Kedatangan kami untuk menyerahkan Surat Permohonan Fatwa Terhadap Putusan Nomor: 190/Pid.Sus/2022/PN.Kbu Jo Putusan Nomor: 1756 K/Pid.Sus/2023 dan Permohonan Penundaan Eksekusi Putusan Nomor: 190/Pid.Sus/2022/PN.Kbu Jo Putusan Nomor: 1756 K/Pid.Sus/2023.
Dua surat yang telah kami kirim ke MA dan Kejagung ini, juga kami lampirkan dalam Surat Permohonan Penundaan Eksekusi Putusan Nomor:
190/Pid.Sus/2022/PN.Kbu Jo Putusan Nomor: 1756
K/Pid.Sus/2023, yang kami tujukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Lampung Utara
Jl. Alamsyah RPN No. 13, Klo. Tujuh, Kec. Kotabumi Selatan, Lampung Utara.
Adapun isi surat yang kami kirim kepada Kepala Kejari Lampura adalah sebagai berikut :
1. Bahwa surat panggilan yang diterbitkan Kejari Lampura adalah dalam rangka melaksanakan putusan nomor: 190/Pid.Sus/2022/PN.Kbi Jo Nomor: 1756 K/Pid.Sus/2023, yang amarnya menyatakan:
Mengabulkan
– Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi/Penuntut Umumpada Kejaksaan Negeri Lampung Utara tersebut;
– Membatalkan putusan Pengaedilan Negeri Kotabumi nomor: 190/Pid.Sus/2022/PN.Kbi tanggal 9 Novemver 2022;
MENGADILI SENDIRI
-Menyatakan Terdakwa Merry, S.Sg Binti Supandi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidada “secara bersama-sama merekrut atau meperalat anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa”;
– Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan dan pidana denda sebesar Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan;
– Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhi;
– Menetapkan barang bukti berupa:
1 (satu) buah keeping CD berisi rekaman video pelaksanaan pendapat yang melibatkan anak dibawah umur;
5 (lima) buah kertas berisi 11 (sebelas) foto dokumentasi anak yang dilibatkan dalam aksi penyampaian pendapat;
Screenshot Chat WA;
2 (dua) lembar surat pernyataan Sdr Adi Setiadi;
Dipakai diperkara atas nama Sdr Setiadi Bin Aliudin.
– Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi masing-masing sebesar Rp. 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah);
2. Bahwa dalam putusan Kasasi nomor 1756 K/Pid.Sus/2023, *amar putusannya tidak ada perintah untuk menahan atau masuk tahanan.* Sehingga, putusan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti sebelum ada fatwa dari Mahkamah Agung R.I.
3. Bahwa untuk menjamin keadilan dan kepastian hukum, *tidak boleh ada eksekusi putusan untuk melakukan penahanan terhadap terpidana yang amarnya tidak ada perintah untuk menahan atau masuk tahanan, terkecuali telah ada petunjuk dan perintah dari lembaga berwenang, berupa fatwa dari Mahkamah Agung Republik Indonesia.*
Oleh karena itu, *kami mohon kepada Kepala Kejaksaan Negeri Lampung Utara untuk menunda pelaksanaan eksekusi hingga terbit fatwa dari Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.*
Demikian redaksi yang kami kirim. Kami tidak ingin, Jaksa melakukan tindakan penyalahgunaan kekuasaan dalam perkara ini. Jaksa Eva Melia harus menghormati Mahkamah Agung dengan menunda proses eksekusi hingga turunnya fatwa dari Mahkamah Agung.
Bunda Merry sendiri dipersoalkan dalam aksi menyampaikan pendapat karena adzan dianalogikan lolongan anjing oleh Menag Yaqut. Lucunya, Menag Yaqut tidak pernah diproses hukum, justru klien kami Bunda Merry yang hanya menyampaikan pendapatnya justru dikriminalisasi.
Sebenarnya, pada tingkat pertama klien kami telah divonis bebas (vrijprak). Namun kemudian jaksa mengajukan Kasasi. *(LI)